Pages

Elegi

Senin, 26 Juni 2017

Rumah itu telah lama merindu. Hitam, putih, gelap, dingin. Cahaya dari bohlam lampu berwarna jingga hanya cukup menerangi satu sudut rumah yang paling merindu. Sebatang mawar putih yang tak lagi putih hanya terkapar dalam vas bunga yang telah lama kering. Pohon mangga di depan rumah hanya menyisakan kenangan, betapa lebat dan manis buahnya dahulu, betapa rindang dahan serta daunnya menaungi.

Tak banyak ruang di rumah, namun semua merindu. Dua kamar tidur yang kini senantiasa rapih, menimbulkan isak dengan harap akan kembali berantakan. Rak sepatu dan meja rapih adalah hal yang paling dibenci. "Aaaarrgggh aku harap semua berantakan."
Sunyi
Senyap
Rumah itu di tengah keramaian dan padatnya kota. Namun... selalu merasa sendiri.

Kau tahu? bahwa rumah memiliki hati. Hati itu terbagi pada pemilik-pemiliknya. Di usia yang semakin menua, akan ada saatnya satu-persatu dari anggota keluarga yang pergi. Jendela terbuka tak selamanya bersahabat. Rumah itu hanya merindukan teriakan seorang ibu di pagi hari ketika membangunkan anak-anaknya, perdebatan di dapur tentang masakan apa yang akan dibuat hari itu, kekesalan ketika rumah berantakan, juga hangat tawa dan cengkrama di beberapa sudut rumah.

Rumah itu merindu, dan si ibu berbisik dalam lamun doanya hingga terlelap "Nak, kapan kau pulang?" 

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS